Bogor, dnewsstar.com, Pada tanggal 13 November 2021 - Forum wartawan hiburan dalam pengukuhan pengurus, setelah terpilihnya Ketua Umum masa bakti 2021-2025, Forum Wartawan Hiburan Indonesia (Forwan) Merancang tempatnya di seputar Ciawi Bogor tepatnya sebuah tempat wisata untuk berkemah. Dalam jambore Forwan mempunyai agenda untuk mengenalkan pengurus, program kerja, serta orientasi pada anggotanya.
Di bawah kaki Gunung Gede Pangrango dan berhadapan dengan puncak Gunung Salak, tepatnya di Lingkung Gunung, Desa Cimande, Kecamatan Pancawati, Kabupaten Bogor.
Para peserta dan panitia bersama diberikan tenda untuk tidur di perbukitan Gunung Lingkung. Membaur dengan setiap anggota dan pengurus, dengan merasakan di tengah hawa dingin pegunungan, pada saat itu ditambah cuaca sedang musim hujan.
Walaupun ada yang menawarkan acara pengkuhan pengurus Forwan di hotel bintang lima, namun ketua umum Forwan ingin yang beda dalam membuat acara ,tepatnya ingin menonjolkan kekeluaragaan silahturahmi antar anggota dan pengurus.
"Kami sebenarnya dapat tawaran untuk menggelarnya di hotel bintang 5 di Jakarta. Tapi kami lebih memilih di tengah hutan, di atas pegunungan agar lebih menyatu dengan alam dan untuk memperat silaturahmi keluarga besar FORWAN dan lebih khusyuk," Ungkap Ketum Forwan 2021-2025, Sutrisno Buyil.

Jambore Forwan 2021 dipersingkat menjadi 2 malam yang rencananya dibuat 3 malam, tanggal 12 hingga 13 November 2021. Sekitar 30 pengurus dan anggota yang mengikuti Jambore Forwan 2021 hadir pula wartawan senior sebagai tamu peninjau. Dalam pengenalan pengurus dan anggota baru, Jambore Forwan 2021 juga memberikan pencerahan berbagi ilmu.
Dengan diskusi yang digelar dalam 3 tema. Tema pertama tentang musik dengan pembicara dari promotor musik Harry Koko Santoso, dan produser musik Seno M Hardjo, yang digawangi moderator wartawan musik Budi Ace. Kedua narasumber sepakat kalau wartawan punya peran penting untuk memajukan industri musik tanah air, terutama pasca pandemi.
Sebagai promotor Koko menyoroti para musisi Indonesia yang belum memiliki nilai jual dari musisi luar negeri. Dengan kondisi itu, para musisi Indonesia belum ada yang sanggup menyumbang devisa bagi negara.

“Sebesar-besarnya musisi seperti Slank atau Iwan Fals, mereka hanya besar ditonton di sini. Itu namanya kanibal karena perputaran uangnya di sini saja, tidak mendatangkan devisa dari luar. Nilainya juga jauh, tidak ada yang mencapai 100.000 US dolar perkonser. Bandingkan dengan musisi Amerika Serikat, Korea, Inggris yang nilainya bisa di atas 100.000 US dolar, bahkan ada yang mencapai 1 juta US dolar,” Ucap CEO Deteksi Production itu.
Selain itu juga Seno M Hardjo menilai, secara kualitas, musisi Indonesia tidak kalah dengan musisi internasional. Itu terbukti dari beberapa penyanyi dan musisi Indonesia yang kerap berprestasi di ajang musik dunia.
“Ada Harvey Malaiholo yang menang di World Song Pop Festival di Jepang tahun 1986, atau Elfa Singers yang sering menjuarai penghargaan internasional. Saat itu, musik Korea belum ada apa-apanya,” kata Seno.

Untuk memajukan industri musik tanah air , menurut penilaian Koko dan Seno, peran pemerintah dan wartawan dibutuhkan untuk bisa memberikan musik Indonesia lebih di segani oleh manca negara.